Tooth Paste.
about
hey! welcome to my blog, hope you enjoy my diary :) wanna know me more? just one click at follow buttons on the corner.
profile
heloo, namaku auza madanisa, umur 14 tahun, from indonesia with love♥
contact
S H A R E N T I N G
Senin, 19 Juni 2017, 02.50
HAY GENKS.
Kali ini aku mau bagi-bagi informasi tentang Sharenting. Pasti masih pada asing kan mendengar kata "sharenting"? hal ini perlu banget kita ketahui khususnya buat para calon ibu..
Apa sih sharenting itu?
Menurut definisi dari kamus Collins, sharenting adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang tua dengan menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dan memberikan informasi yang detail tentang anak mereka (sharenting as cited in: Collins dictionary). Istilah ini pertama kali diterbitkan oleh The wall street journal yang merujuk kepada oversharenting, yaitu kombinasi dari oversharing dan parenting. Dan yang dimaksud disini adalah orang tua yang seringkali mengunggah kehidupan pribadi ke media sosial, dari hal yang bersifat personal seperti kegiatan anak sehari-hari, ekspersi perasaan, maupun tempat dan lokasi-lokasi yang sering dikunjungi sang anak.
Apa aja sih tujuan orangtua melakukan sharenting?
1.     untuk mengenalkan anak – anaknya kepada orang – orang
2.     untuk berbagi pengalaman – pengalaman yang menyenangkan dan hambatan – hambatan dalam mengasuh anak
3.   dokumentasi dengan tujuan sang anak dapat mengakses dan melihat foto dan video sewaktu kecil mereka dengan mudah.
Dampak negatif apa yang bisa muncul akibat sharenting?
1.     Digital Kindnapping

Digital kindnapping adalah penculikan secara digital. Akhir-akhir peristiwa ini sering terjadi, dimana banyak para penculikan yang menjual bayi dan anak dengan mengklaim bahwa bayi tersebut adalah milik mereka. Foto-foto tersebut  diambil dari instagram dan facebook para orang tua yang membagikan foto aktivitas anak mereka. Dari foto yang diambil, mereka mengunggah ulang dan memberikan patokan harga terhadap bayi meskipun bayi tersebut belum ada di tangan mereka. Bisa jadi, dengan oversharenting yang dilakukan oleh orang tua, mereka secara diam-diam mengetahui alamat rumah, alamat sekolah anak, dan teman-teman anak. Hal ini jelas dapat mengkhawatirkan orang tua apabila kelak anak mereka menjadi target penculikan.

2.     Munculnya Akun Palsu Mengatasnamakan Anak

Dengan sharenting yang berlebihan, tak heran banyak juga ditemukan akun-akun palsu yang mengupload foto dan dibuat dengan beragam caption. Mengatasnamakan anak dan ini biasanya terjadi di kalangan selebriti. Hal yang mengkhawatirkan adalah, para pembuat akun palsu ini menggunakan akunnya sebagai peluang bisnis mereka.

3.     Low Self-esteem dan minimnya privasi pada anak

Self-esteem atau harga diri adalah penilaian individu atas hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku seseorang mempengaruhi dirinya sebagai orang yang berharga, memiliki kemampuan, dan kompeten (Leary & Baumeister, 2000). Zaman sekarang orang tua yang mengatakan diri mereka sebagai kekinian, tak heran terkadang menggunakan anaknya baju-baju atau yang dikenal sebagai outfit of the day. Hasil perpaduan ootd tersebut difoto dan kemudian dibagikan di media sosial. Untuk beberapa kasus, contohnya banyak ditemukan netizen-netizen yang cenderung menggurui dan mengatur pakaian anak. Anak cenderung bisa disetir netizen dan menjadikan self-esteem mereka rendah. Banyaknya kegiatan yang diunggah bahkan terlalu melewati batas privasi membuat privasi anak menjadi minim. Bagaimana suatu saat kelak anak dewasa menjadi malu atas apa yang sudah di posting orang tua mereka sewaktu kecil.
Bagaimana menggunakan media sosial dengan bijak?
         Media sosial bukanlah hal yang baru lagi bagi masyarakat Indonesia. Hampir semua golongan masyarakat aktif menggunakannya. Banyak manfaat yang didapatkan dari sosial media tergantung bagaimana individu – individu dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari – hari. Disamping dampak positif, media sosial juga menimbulkan banyak dampak negatif yang harus diperhatikan terutama dalam hal sharenting. Para orang tua harus cerdas dalam menggunakan media sosial. Berikut beberapa solusi untuk menjadi pengguna media sosial yang cerdas.

  1. Menyaring permintaan pertemanan. Hal ini perlu dilakukan karena jika para orang tua yang senang melakukan sharenting sembarangan dalam pertemanan di media sosial, orang yang tidak dikenal akan dengan mudah mengetahui informasi tentang anak – anak yang dapat mengancam keselematan sang buah hati.
  2.  Jangan terlalu sering mempublikasikan foto dan video anak di media sosial. Hal ini dapat menyebabkan orang tua terlalu asyik bermain media sosial sehingga anak akan merasa diabaikan dan banyak orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal tersebut.
  3. Pastikan akun media sosial memiliki proteksi yang baik. Hal yang terpenting adalah para orang tua sadar bahwa mencari eksistensi di sosial media dengan konteks sharenting juga harus memiliki batasan privasi sehingga tidak memiliki dampak yang serius.
  4. Menjadi model adalah cara terbaik untuk memberi pembelajaran anak melakukan apa yang dia lihat, hal ini juga harus mendapatkan perhatian lebih bagi orang tua. Jika anak sering melihat orang tua bermain gadget, anak akan merasa bahwa gadget tersebut lebih penting daripada anak. Dimulailah dimana anak merasa ingin tahu apa yang membuat gadget menjadi prioritas orang tua dibanding dia. Dengan membiasakan menggunakan gadget tidak dihadapan anak, memperbolehkan anak mengenali gadget sesuai dengan usianya adalah salah satu usaha yang baik untuk menghindari hal negatif sebagai the role model.
  5. Melindungi anak dengan memberi pembelajaran cara aman bermain social media. Zaman sekarang, anak-anak sudah banyak bisa mengakses lewat berbagai macam gadget, di dunia nyata, kita mengajarkan anak dengan memberi peringatan yang akan mereka terima dan mengajarkan mereka bagaimana melindungi dari hal tersebut. Sedangkan di social media atau dunia internet, karena banyaknya orang-orang baru dan tidak mereka kenal, lebih penting untuk tahu bagaimana melindungi mereka ketika menggunakan keuntungan berinternet. Dengan mengetahui situs apa yang sering anak kunjungi, memberikan peraturan untuk menggunakan akses internet di rumah, mengikuti mereka di social media agar anak jujur kepada jika mereka tidak menyembunyikan hal yang buruk, dan men-set software dengan anti-virus atau semacamnya. Hal-hal tersebut dapat menjaga anak dari kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Brosch, A. (2015). When the Child is Born into the Internet: Sharenting as a Growing Trend among Parents on Facebook. The New Educational Review, 226-228.
Davis, M. M. (2016). Parents on Social Media: Likes and. National Poll on Children's Health, 1-3.
Dingfelder, S. F. (2011, Februari). Reflecting on narcissism. Dipetik Maret 11, 2017, dari www.apa.org: http://www.apa.org/monitor/2011/02/narcissism.aspx
Michigan, U. o. (2016). Parents on Social Media: Likes and. National Poll on Children's Health, 1-2.
O, T. (2014, September). TERRIFYING TREND: “DIGITAL KIDNAPPERS” ARE STEALING BABY PHOTOS FROM INSTAGRAM AND USING THEM FOR ONLINE ROLE-PLAY. Dipetik April 11, 2017, dari Crime Feed Investigation: http://crimefeed.com/2014/09/digital-kidnapping-relate-online-role-playing/
Orth, R. Y. (2011). Self-Esteem Development From Age 14 to 30 Years: A Longitudinal Study. Journal of Personality and Social Psychology, 1-3.










0 comment(s)

Posting Komentar